Surat dari Pejompongan: Keharuan

Kawan Moer, Di seruas jalan perdesaan di Slavetin, Republik Ceko—saat hendak mengunjungi desa kelahiran penyair Konstantin Biebl bersama beberapa mahasiswa dan dosen Studi Indonesia Universitas Charles, Praha, musim gugur 2017—aku pernah terharu oleh sebuah...

Surat dari Pejompongan: Cerita Anak

Saudara Anu, Apakah masa kecil Saudara bahagia? Jika iya, apa yang membuat Saudara bahagia? Jika tidak, kalau boleh tahu, apa sebabnya? Apa pun jawaban Saudara nanti, saya ingin bersangka baik bahwa ketika kecil Saudara termasuk anak yang bahagia. Salah satu sebabnya...

Surat dari Pejompongan: Serem

Serem Saudara Anu, Untuk memahami bagaimana siasat terhadap realisme berlangsung dalam prosa Indonesia, ada baiknya kita membaca lagi karya-karya Rijono Pratikto—sebelum kita sampai pada yang canggih-canggih. Mungkin hari ini banyak dari kita yang tidak mengenal...

Surat dari Pejompongan: Baru, Modern

Bung ND, Jika kita membicarakan puisi Indonesia modern, maka sebenarnya kita berbicara tentang budaya tulisan yang baru—elitis, tentu saja. Umurnya belum seratus tahun. Jika dibentangkan sebuah garis masa padanya, kita belum bisa melihat garis yang berwarna-warni....

Surat dari Pejompongan: Suasana

Bung, Saya tengah membaca puisi-puisi Tomas Tranströmer. Buku puisinya New Collected Poems terbitan Bloodax Books (2017), terjemahan Robin Fulton, baru saya bisa beli beberapa bulan lalu. Baru separuh jalan. Mungkin pembacaan ini tampak terlambat, tetapi, tidak...

Surat dari Pejompongan: Pandemi

Jakarta adalah kota yang sibuk, tentu saja. Ketika pandemi Corona mulai menjadi masalah nasional sejak pertengahan Maret tahun ini, warga Jakarta dibuat ketakutan. Ada virus pembunuh: tidak kelihatan, tetapi serangannya sungguh mematikan. Tapi, pemerintah Indonesia...