FESTIVAL SASTRA LONTAR – HARI 3, 13 NOVEMBER 2020
Diskusi / Discussion
Menulis Perempuan dari Dua Sisi / Women from Two Points of View
Pembicara / Speakers: Erni Aladjai, Nukila Amal, Seno Gumira Ajidarma
Moderator: Melani Budianta
Jumat / Friday, 13 November 2020, 10:30-11:30 WIB / WIT
Sejarah sastra Indonesia modern tidak lepas dari peran para penulis perempuan. Mereka telah menulis dunia perempuan dari sudut pandang perempuan. Kondisi ini menarik jika diperbandingkan dengan sudut pandang penulis laki-laki yang juga menulis perempuan. Pada titik mana mereka bertemu, di mana pula mereka berbeda? Bagaimana mereka menghadapi tekanan budaya patriarki? Bagaimana mereka menyelaraskan antara semangat pemberdayaan perempuan dengan bentuk sastra yang mereka pilih?
The history of modern Indonesian literature cannot ignore the significant role that women have played in its development. In a field once dominated by males, they have introduced themes distinctively “female” in their subject and point of view? What are the differences between female characters created by women and those created by men? What have these authors done through their work to upset or subvert the country’s patriarchal structure? Has their work served to enlighten and empower women today?
Pemutaran Film dan Obrolan Santai / Film Screenings and Discussion
Mengenang Yang Lama, Memajang Yang Muda / Predecessors and Successors
Pemandu / Moderator: Sartika Dian Nuraini
Bintang Tamu / Discussant:Fanny Jonathans Poyk
Film OTR / On the Record Film: Nostalgia Nusatenggara /Nostalgia Nusatenggara (Gerson Poyk)karya / directed by Chandra Tanzil
Film Pendek / Short Films: Azhari Aiyub, Dewi Kharisma Michellia
Jumat/ Friday, 13 November 2020, 11:30-12:00 WIB / WIT
Gerson Poyk adalah penulis asal Pulau Rote yang mengolah kehidupan sehari-hari masyarakat setempat dan kehidupan modern manusia Indonesia dalam karyanya. Kiprahnya dalam sastra Indonesia bukan hanya memberi inspirasi bagi sastrawan muda setempat tetapi juga bagi generasi penulis Indonesia pada umumnya. Azhari Aiyub adalah novelis yang membangkitkan kembali masa lampau Aceh dalam sebentuk novel pascamodern. Dewi Kharisma Michellia mengolah dunia imajiner yang terasa jauh tetapi juga dekat dengan kita.
Much of the work of Gerson Poyk (1931–2017), who hailed from the island of Roté, examines the daily lives of people in rural Indonesia but he wrote about urban dwellers as well and his work has served to inspire numerous young authors throughout the country. Azhari Aiyub is an Acehnese author who revives past eras of Aceh in his post-modern work. Dewi Kharisma Michellia, who was born in Bali, write about an imaginary world which may seem far yet is close to us.
.
Diskusi / Discussion
Yang Muda, Yang Berjaya / The Young and the Bold
Pembicara /Speakers: Sabda Armandio Alif, Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie, Dea Anugrah
Moderator: Dewi Ria Utari
Jumat / Friday, 13 November 2020, 13:30-14:30 WIB / WIT
Sastra Indonesia hari ini menempatkan anak-anak muda sebagai jawara-jawara baru dalam kompetisi penulisan atau penobatan buku terbaik. Mereka beroleh pujian dari kalangan pembaca yang berbeda-beda. Obrolan ini akan membahas karier kepenulisan dan kehidupan sosial yang melingkupi mereka. Bagaimana mereka belajar menulis dan memandang tradisi sastra di Indonesia dan mancanegara? Apakah mereka memandang penting khazanah sastra nasional, atau memang sepenuhnya membentangkan tanah air kepenulisan mereka ke seluruh dunia.
In Indonesia’s literary world today, young authors are the new champions, enthusiastically competing and seeking to produce an amazing array of mind-tickling work but in a country where a writing career is undervalued are they finding the recognition and appreciation they deserve? How did they attain their writing skills and, in this digital era, what are they doing to get their voices heard. Do they plum the cultural richness of Indonesia in their work or are they more focused on global issues and international attention?
Ceramah / Keynote Lecture
Dari Melayu untuk Dunia / From the Malay World for the World
Penceramah / Speaker: Annabel Teh Gallop
Moderator: Oman Fathurrahman
Jumat / Friday, 13 November 2020, 14:30-15:30 WIB / WIT
Yayasan Lontar baru saja menerbitkan buku Malay Seals from the Islamic World of Southeast Asia (2019) karya Annabel Teh Gallop, sebuah buku yang memuat gambar dan uraian tentang cap yang dipergunakan dalam dunia pernaskahan dan persuratan di Asia Tenggara pada abad-abad silam. Sebuah buku yang penuh dengan rincian dan ketelitian akan tradisi persuratan dan pernaskahan yang mendayagunakan bahasa Melayu sebagai lingua franca di kawasan itu. Kita dengarkan pandangan Annabel Teh Gallop.
The Lontar Foundation recently published Malay Seals from the Islamic World of Southeast Asia, a landmark work by British scholar, by Annabel Teh Gallop. Documenting as it does more than 2,000 seals from the second half of the 16th century and beyond, the book is a compendium of knowledge that offers proof of the significant influence that the ancient Malay world had on the development of modern-day Indonesia and Southeast Asia.
Pemutaran Film dan Obrolan Santai / Film Screenings and Discussion
Mengenang Yang Lama, Memajang Yang Muda / Predecessors and Successors
Pemandu / Moderator: Dewi Kharisma Michellia
Bintang Tamu / Discussant: Wulan Anggraini
Film OTR / On the Record Film: Refleksi Kehidupan/Life’s Reflection (Umar Kayam)karya /directed by Eddy Pras
Film Pendek / Short Films: Avianti Armand, Ben Sohib
Jumat / Friday, 13November 2020, 16:00-17:00 WIB / WIT
Umar Kayam adalah sastrawan Indonesia yang menggunakan pendekatan sosiologis dan kesejarahan dalam menulis fiksi. Namun, ia sebenarnya penulis yang bisa secara relaks bolak-balik antara kemodernan dengan ketradisian, antara langgam cakapan dengan bahasa baku. Ia juga punya pengalaman birokratis pada masa Orde Baru dan bermain film. Avianti Armand dan Ben Shohib mengambil jalan yang sedikit berbeda, meskipun masih ada pula irisannya. Yakni, tentang warna lokal dan dunia pada karya mereka.
Umar Kayam (1932–2002) was an Indonesian man of letters who took a sociological and historical approach in his writing of fiction. That said, he was also flexible enough to go back and forth between the modern and the traditional, and between idiomatic and plain speech. Avianti Armand and Ben Sohib, two of Indonesia most talented authors, have taken a different route though some of Kayam’s influence might have rubbed off on them as is evident in the local and global color in their respective literary work.