Sumber: Kumparan, 6 Desember 2019
Suku Kamoro merupakan salah satu suku asli Papua yang masih memegang teguh tradisi, salah satunya seni ukiran dan pahat.
Suku Kamoro dikenal memiliki berbagai kekayaan budaya seperti ritual alam, upacara adat, seni ukir, anyaman, tarian dan hasil kerajinan. Apalagi, salah satu suku asli Papua ini juga dikenal sebagai suku yang memiliki kemampuan tinggi dalam hal seni ukir.
Yayasan Lontar bekerjasama dengan Yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe dan PT Freeport Indonesia (PTFI) menyelenggarakan “Pameran dan Lelang Seni Ukir dan Anyaman Suku Kamoro” pada Kamis, 5 Desember 2019, di Darmawangsa Residence.
Pameran yang dibuka untuk umum selama dua hari pada tanggal 6-7 Desember 2019 ini menampilkan seni dan budaya tradisional Suku Kamoro, yaitu suku yang tinggal di wilayah pesisir Selatan Papua di Kabupaten Mimika.
Menurut Direktur Eksekutif Yayasan Lontar, Yuli Ismartono, karya seni ukir dan anyam merupakan bentuk penuturan yang dilakukan Suku Kamoro dalam mewariskan budaya dan kearifan lokal ke generasi berikutnya.
“Karena itu, kami berupaya melestarikan seni ukir dan anyam ini sebagai akar tradisi Suku Kamoro agar pengetahuannya tidak lenyap begitu saja tanpa bekas. Kami meyakini bahwa kearifan lokal ini bisa berkontribusi besar kepada kekayaan pengetahuan secara global,” kata Yuli saat ditemui kumparan di Dharmawangsa Residence, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (5/12).
Berbagai macam bentuk ukiran dipamerkan dalam event ini, mulai dari perisai, dayung, mangkuk sagu, gendang, dan barang-barang sehari-hari lainnya. Mereka juga membuat ukiran khusus yang disebut Wemawe, patung yang berbentuk manusia dan Mbitoro, totem yang dibuat untuk para leluhur.
Sementara itu, menurut Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata, Pemerintah Kabupaten Mimika, Muhammad Thoha, seni dan budaya Suku Kamoro menjadi salah satu potensi pengembangan pariwisata di Kabupaten Mimika.
Ukiran Kamoro kini memiliki kualitas yang tidak kalah dengan ukiran Asmat. Sinergi antar pemangku kepentingan di Timika bagi pengembangan ukiran Kamoro seperti yang dilakukan melalui event ini, dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat Kamoro,” tutur Muhammad Thoha.
Selain pameran, lelang ukiran juga akan diselenggarakan dalam acara ini. Masing-masing karya seni memiliki keunikan tersendiri, dan memiliki kisah di balik ukiran tersebut.
Menurut Founder Yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe, Luluk Intarti, seluruh hasil penjualan pameran ini akan ditujukan untuk pelestarian dan konservasi budaya.
“Hasil lelang yang terkumpul akan dikembalikan kepada pengukirnya, dan sebagian lagi akan digunakan untuk program pengembangan dan pelestarian seni budaya Kamoro,” tutur Luluk.
Sementara itu, Menurut Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas, karya seni Kamoro menjadi salah satu perekat keberagaman Indonesia, kiranya masyarakat Indonesia dapat Iebih mengenal khasanah budaya Indonesia melalui event ini.
“Kami telah dan akan terus berkomitmen dalam upaya pemberdayaan masyarakat Papua, khususnya masyarakat yang menjadi tetangga terdekat di wilayah operasi kami. Besar harapan kami, melalui upaya promosi dan pelestarian seni dan budaya lokal ini dapat memotivasi para pengukir untuk dapat terus berkarya dan menghasilkan karya seni berkualitas tinggi secara berkelanjutan. Dengan demikian, mereka juga dapat ikut menciptakan pertumbuhan ekonomi yang signifikan bagi masyarakat Kamoro dan Kabupaten Mimika secara lebih luas,” ujar Tony.